Assalamu alaikum,
gara2 gak punya ide untuk nulis cerpen atau apalaaah...
So, cuma bisa mengabarkan....
"dee" itu...
Desi : "Biasa aja tuh"
Unhee: " Sayang ma unnu"
k' Musda : "teman yang menyenangkan, dan "Pacarita"
NN : "Dian...????? PAGOSIP!!!! hahahahah" (heheeee... siapa dirimuuu,)
Gie : "-Sepupunya Mala
-Pacarnya Unnu
- Dia pasti temanku
Andi : Cewek pekerja keras, energik, tapi, kadang kadang membosankan (iih, Andi Sotta', hehehe.)
NN: Dian itu cewek yang suka cerita, tapi, ndak bisa jadi pendengar yang baik. tapi baik kok. (bagguuuuusss...) cocoknya jadi presenter.
NN : Baik, narsis dikit.. tapi lebih narsis ka lagi... hehehe
K' Ila : Pokoknya KLOP banget kalo cerita ma dia (^-^)
Mudah gaul, n tidak sombong... suka senyum, tapi kalo datang marahnya aslimi... lebih baik jauh2 dari dia, hehehe
NN : ceria terus, gaul, energik...
NN : Dian itu ceria, tidak mau pusing...
NN : there's something else, thats very interesting for me. and... i like it... (hehehe... siapa dy... siapa dirimuuuuu)
NN : Yeah.. gitu aja kadang menyebalkan, narsis, baik, anggun, murah senyum, tapi yang paling membuat saya bangga jadi teman dia, saat dia menebarkan senyum yang membuat rasa suntuk itu hilang memberi kita semangat baru (hehehe... ededeh.. jagoku itu...)
MUthi : Banyak BACOT... Mirip sekali ma teman baekku "Indri". (Astagaaaaa... bagaimana tidak buuu... kami besar bersama... kami hanya dipisahkan oleh jarak, hehehe)
Nanny : Jujur sama perasaan (ini maksudnya apa buuuu?!)
Choey : Paccarita... (samajeki toh!?)
Azzah : dee itu baek!!! gak sombong... ( jangan lupa, rajin menabung, rajin mengaji, hehehe)
Tunggu kelanjutannya yaaaaa...
see yaaa
Rabu, 29 April 2009
Mereka bilang "dee" itu....
Diposting oleh dEe pUspiTa di 20.06 0 komentar
Rabu, 22 April 2009
"Papa, Mama, Rio Tunggu di Pintu Surga!"
Agnes adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap mlm, Ia bserta klwrganya rutin berdoa bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Agnes dilamar Martono, kekasihnya yg beragama Islam, dgn tegas ia mngatakan "Saya lebih mencintai Yesus Kristus daripada manusia!"Ketegasan prinsip Katolik yg dipegang wanita itu menggoyahkan iman Martono yg muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya org beragama Islam. Martono masuk Katolik, sekedar unutk bisa menikahi Agnes. Tepat tgl 17 Okt 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang Jawa Tengah.Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya do Yogyakarta, Agnes beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu komplek perumahan di wilayah timur kota kembang. Kebahagian terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dgn kehadiran tiga mahlkuk kecil buah hati mereka, yakni: Adi, Icha, dan Rio.Di lingkungan barunya, Agnes terlibat aktif sebagai jemaat Gereja Suryalaya, Buah Batu, Bandung. Demikian pula Martono, sang suami. Selain juga aktif di gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting, sebagai Kepala Devisi Properti PT Telkom Cisanggarung Bandung.Karena ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yg beragama katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yg 'disulap' menjadi tempat ibadah (gereja).Uniknya, meski sdh menjadi pemeluk Katolik, Martono tdk melupakan kedua org tuanya yg beragama Islam. Sebagai bentuk cinta dan bakti pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yg kelima.Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai suatu ketika, kegelisahan menggoncang keduanya. Syahdan, saat itu, Rio,si bungsu yg sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yg tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yg menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yg tak kunjung membaik.Saat dipindahkan ke ruang ICU, Rio, yg masih terkulai lemah, meminta Martono , sang ayah, untuk memanggil ibundanya yg tengah berada di luar ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Agnel ihwal permintaan putra bungsunya itu.Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan ke Martono, "saya sudah tahu." Itu saja.Martono heran. Ia pun kembaki masuk ke ruangan dengan rasa penasaran menggelayut dalam benak. Di dalam, Rio berucap, "Tapi udahlah, Papa aja, tidak apa-apa. Pa, hidup ini hanya 1 centi. Di sana ngga ada batasnya."Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya yg tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti org dewasa yg mengerti agama.Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, "Pa, Rio mau pulang!""Ya, klw sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama papa sama mama," jawab Martono. "Ngga, saya mw pulang sekarang. Papa, Mama, Rio tunggu di pintu Surga!" begitu ucap Riom setengah memaksa.Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar bisikan yg meminta dia unutk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang Ayah, Martono, membacakan syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.Tak lama setelah itu bisikan kedua terdengar, bahwa setelah Adzan maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut, mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis saat sayup-sayupn adzan maghrib berkumandang, Rio menghembuskan nafas terakhirnya.Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh lagi2 terjadi. Agnes yg masih sedih waktu itu seakan-akan melihat Rio menghampirinya dan berkata, "Ma, sy tidak mw pakai naju jas mau dibalut kain putih aja." Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yg baru meninggal.Setelah diskusi dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian, celana, sepatu yg serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena banyak pendapat dari keluarga yg tetap harus dimakamkan secara katolik,jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat pemakaman khusus katolik di Cimahi, Bandung.Sepeninggal Rio, Agnes sering berdiam diri. Suatu hari Ia mendengar bisiskan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, "Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju TUhan." Pada saat itu juga Agnes langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK dulu, "Ma, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!" Mbok Atik adalah seorang muslimah yg bertugas merawat Rio di rumah. Saat itu Agnes menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, "Kok Mama ngga dikasih?" Mama kan nanti punya sendiri", jawab Rio singkat.Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agnes meminta suaminya mengecek ongkos haji pada waktu itu. Setelah dicek, dana yg dibutuhkan Rp. 17.850.000,-. Dan yg lebih mengherankan, ketika uang yg dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000,- tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Agnes sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yg sehari-hari merawat Rio di rumah.Singkat cerita, ditanah suci Mekkah, Mbok Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah Ia bertemu Rio. Si bungsu yg baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan, "Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio sangat bahagia di sini. Klw Mama kangen berdoa saja."Namun, pesan itu tak lantas membuat Agnes tenang. Bahkan Agnes mengalami depresi yg cukup berat, hingga harus mendapat bimbingan dari seorang psikolog selama 6 bulan.Suatu malam saat tertidur, Agnes dibangunkan oleh suaru pria yg berkata, "bukalah Alquran Surat Yunus!". namun setelah mencari tahu tentang Surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yg beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapat Alquran dari sepupunya, dan membacanya berulan-ulang pun, Agnes tetap tak mendapat jawaban."Mau Tuhan apa sih?" protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap "Astagfirullah". Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: "Katakan, tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak(pula) mendahulukannya."Beberapa kejadian aneh yg dialami sepeninggal Rio, membuat Agnes berusaha memperlajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, "Ya Allah, terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islakan oleh orang lain!"Setelah memeluk Islam, Agnes secara sembunyi-sembunyi melakukan sholat. Sementara itu, Martono, suaminya, masih rajin ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja, Agnes selalu menolak dengan berbagai alasan.Samapai suatu malam, Martono terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono melihat istri tercintanya, Agnes, tengah bersujud menggunakan jaket, celana panjang, dan syal menutupi aurat tubuhnya. "Lho kok Mama sholat?", tanya Martono. "Maafkan saya, Pa. Saya duluan, Papa saya tinggalkan," Jawab Agnes lirih. Ia pasrah atas segala resiko yg akan ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di persimpangan. Suatu hari, 17 Agustus 2000, Agnes mengantar Adi, putra pertamanya untuk mengikuti loma adzan yg diadakan panitia Agustus-an di lingkungan tempat mereka tinggal. Adi sendiri tiba-tiba tertarik mengikuti lomba Adzan beberapa hari sebelumnya, meski Ia masih Katolik dan berstatus sebagai siwa SMA SAnta Maria, Bandung. Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak dengan alasan harus mengikuti upacara bendera di kantornya.Di tempat lomba yg diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, psikolog Agnes, berpesan kepada Adi, "Niatkan suara Adzan bukan hanya untuk orang yg ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!" Ujarnya. Hasilnya, suara Adzan Adi yg lepas nan merdu mnegalun syahduh mengundang keinginan dan kekyusukan siapapun yg mendengarnya. Hingga bulir2 air mata pun mengalir tak terbendung basahi pipi sang bunda tercinta yg larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.Usai lomba Agnes dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah kejutan lain menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Agnes terkejut melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan sholat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu. Selesai sholat, Martono langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat. Sambil berderai air mata, Iaberucap lirih, "Ma, sekarang Papa sdh masuk Islam." Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam.Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun memulai babak baru sebagai penganut Muslim yg taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.....
disadur dari Tabloid Alhikmah edisi Maret 09/ Rabiul awal 1430H.....Subhanallah sungguh pasangan yg Allah tunjuk agar menjadi pelajaran bagi kita semua.....
Ya Allah berikan kepada pasangan ini kasih sayangMu, Ridhoi amalan mereka, dan istiqomahkan hingga akhir hayat...Ya Allah, jadikan hati kami rindu akan hidayahMu, belajar dari tanda2 kekuasaanMu, dan merasakan nikmat mencintaMu...amiin...
Diposting oleh dEe pUspiTa di 01.30 0 komentar
Senin, 20 April 2009
Ngaaantuuk...
Lihatlah dirikuu.. yang sudah 2 malam tidak tidur (tidurji tapi jam 4 subuh, red.) kesannya serius toh!? tapi, sebenarnya nda' terlalu ngerti.. hehehe..
Diposting oleh dEe pUspiTa di 18.55 0 komentar
SUSAHNYA NGE-BLOG
Betul2... susah...gak tau harus mulai darimana..
bakat??? sepertinya bakat nulis itu tidak ada dalam diriku..
kalo bakat membaca "ADA"... bakat Copy- paste pastiiii...
susah yaaa...
emm.. boleh kan.. jadi ajang narsis... hehehe...
sambil belajar getooooo...
ALOOOOOOOOOHHHHAAAA..
Apa kaaaabar duniaaaaa????
Diposting oleh dEe pUspiTa di 18.33 0 komentar
Air Mata Mutiara
Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya
sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. "Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu." Si ibu terdiam, sejenak, "Aku tahu bahwa itu sakit anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat",
kata ibunya dengan sendu dan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit terkadang masih terasa. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara; air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.
**********
Cerita di atas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah
lorong transendental untuk menjadikan "kerang biasa" menjadi "kerang luar biasa".
Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah
"orang biasa" menjadi "orang luar biasa".
Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi `kerang biasa' yang disantap orang atau menjadi `kerang yang menghasilkan mutiara'. Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja'.
Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka karena orang-orang di sekitar kamu cobalah utk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut, dan sambil katakan di dalam hatimu.. "Airmataku diperhitungkan Tuhan.. dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara."
Semoga........
Diposting oleh dEe pUspiTa di 05.23 0 komentar
Minggu, 19 April 2009
ANDAI SAJA KAU PERCAYA PADAKU
Andai saja engkau percaya padaku
Sulit benar membangun kepercayaan, walau untuk hal-hal yang sederhana sekalipun. Ini kisahku dalam perjalanan tempo hari. Soal lampu rem misalnya. Jika ia menyala, pasti ada ada hambatan di depan. Maka sudah sepantasnya, si belakang mengikuti si depan karena depanlah yang tengah menjadi imam, melihat dengan mata kepala sendiri apa yang terjadi di depannya.
Tapi karena tidak dipercayai, maka otoritas ini sering dianggap sepi. Saat itu, akulah yang mestinya paling berhak untuk mengerti bahwa di depan ada becak yang sarat muatan hendak menyeberang. Biarlah ia lewat. Kalau ia harus berhenti dan menggejot dari awal lagi, tentu merepotkan.
Tapi keputusanku ini ternyata membuat mobil di belakang itu tidak senang. Baru saja aku menginjak rem, klaksonnya sudah menyalak galak bertubi-tubi. Tapi keputusan telah ditetapkan, dan abang becak telah mengambil jalan. Si mobil belakang ini juga telah membulatkan hati, dia memilih menyalipku daripada ikut berhenti. Maka yang terjadi terjadilah.
Ia begitu terkejut, hampir mati ketika becak itu muncul begitu saja di moncong mobilnya.
Ia menginjak rem hingga berdecit. Tabrakan keras memang tidak terjadi tapi sekedar
ciuman bumper pun telah membuat sang becak terguling. Muatan sayuran yang
menggunung berhamburan memenuhi jalan. Kecelakaan itu tidak mengerikan, tetapi sayuran yang bertebaran benar-benar telah menjadi provokasi tersendiri.
Jalanan macet seketika. Si penyalip mobilku pucat pasi. Ia seorang pria, tampak terpelajar;
tapi saat itu ia berubah menjadi orang yang kelihatan bodoh. Posisi mobilnya secara mencolok memperlihatkan bahwa dialah biang keladi kemacetan ini. Semua pihak kini menudingnya. Dan abang becak yang terkapar itu, entah belajar teori drama dari mana, mulai membangun sensasi. Ia membiarkan saja becaknya terjungkal. Ia sendiri dengan ketenangan seorang jagoan, memilih bangkit dan berjalan menghampiri si pria engemudi
dan langsung meninjunya.
Cerita selanjutnya bukan urusanku lagi. Tapi tak sulit merekonstruksi akhir insiden ini.
Betapa tidak enak membayangkan perasaan pengemudi mobil tadi. Seorang yang tampak terpelajar, bertampang bersih, tapi cuma jadi bahan olok-olok lingkungan dan dipukuli seperti kriminal. Padahal, jika saja ia mau sedikit bersabar, dan terpenting, mau mempercayaiku untuk ikut berhenti, musibah ini mungkin tidak akan terjadi.
Seperti itulah keadaan di negeriku, orang lain tak pernah dibiarkan menjadi imam, walau ia memang tengah memegang otoritas yang sesungguhnya. Selalu saja ada intervensi.
Inilah mengapa kita selalu cenderung membunyikan klakson di saat kita dalam kemacetan.
Mengapa dalam hal antri, leher kita cenderung terjulur demikian panjang untuk selalu gatal melihat keadaan di depan. Kita selalu ingin tergesa-gesa, tidak punya kesabaran sedikitpun. Padahal di depan itu sering tidak terjadi apa-apa. Kemacetan itu masih baik-baik saja. Sekeras apapun klakson yang kita bunyikan, tidak akan mengubah situasi jika saatnya belum tiba. Pada gilirannya, antrian pun pasti akan bergerak maju dengan caranya sendiri. Jika semuanya masih terhenti, pasti karena masih ada persoalan.
Biarlah itu persoalan yang di depan. Kita di belakang, tinggal mempercayainya. Berat memang, tapi inilah ongkos hidup bersama. Harus ada semacam tebusan sebagai ongkos
kepercayaan.
Ketidaksabaran membayar ongkos inilah yang membuat hidup bermasyarakat sering dilanda kekacauan. Para imam, pemimpin, dan pihak yang di depan itu, memang bisa saja menyelewengkan kepercayaan. Kita boleh kecewa tapi tak perlu mendendam. Karena untuk hidup bersama, manusia memang perlu saling mempercayai. Soal bahwa sesekali kita tertipu, tidak usah diherankan pula. Siapa yang sama sekali bisa membebaskan diri dari nasib sial? Rasanya tak ada.
Maka andai saja saat itu engkau percaya padaku, engkau pasti tidak dipermalukan
sedemikian rupa.
[dari kiriman kisah seorang teman, RS -terimakasih
Diposting oleh dEe pUspiTa di 20.12 0 komentar
Senin, 13 April 2009
advice dari seorang kakak
Diposting oleh dEe pUspiTa di 23.17 0 komentar
Senin, 06 April 2009
Gak punya judul
Assalamu alaikum....
lagi kabur dari kelas, bentaaaaaaar aja,....
cuman mau Log in Facebook... hehehe
Blog juga,
Ternyata... Libur 4 hari melatihku untuk jadi lebih malas dari biasanya...
bangun tidurr, makan, mandi, masak, bersih2... tidur lagi... ckckck... sama sekali gak pernah belajar...
eh, kemarin saya ikutan liat bapakku kerja luka orang... oh, God.. pusiiiiiing, pengen muntah.... mau pingsan...
payah kan!?
jadi gimana dong?!
perlu SPMB ulang???
semoga ni dua kali terakhir, berikutnya sudah tidak lagi...
Aminnn....
Diposting oleh dEe pUspiTa di 23.20 0 komentar